upp -Item berita: politisi konservatif ingin mahasiswa dan profesor yang “taat hukum” dapat membawa senjata di kampus sehingga mereka dapat melakukan baku tembak dengan preman yang membawa senjata yang mungkin menjadi ancaman bagi orang lain.
Ide ini kurang bermanfaat. Inilah alasannya:
Definisi “taat hukum” itu licin. Orang-orang dalam masyarakat kita tidak mudah masuk ke dalam kategori taat hukum atau pelanggar hukum. Banyak penjahat kejam yang belum ditangkap dan dituntut, dan akibatnya, mereka berbaur dengan mulus dengan seluruh masyarakat. Mereka secara legal dapat membeli senjata dan mereka bisa mendapatkan izin senjata tersembunyi jika mereka mau. Jika politisi konservatif berpikir bahwa orang-orang ini harus diizinkan berkeliaran di kampus dengan senjata mereka, tetapi kebanyakan orang – terutama mereka yang memiliki putra atau putri di perguruan tinggi – akan sangat tidak setuju.
Kedua, jika para politisi ini memiliki pengalaman nyata dengan senjata api (seperti melalui dinas militer), mereka akan tahu bahwa kepemilikan senjata api dengan sendirinya tidak menjamin perlindungan dari seseorang yang berusaha menyakiti orang lain. Senjata di tangan pemilik yang tidak terlatih (kasus biasa) terkenal tidak akurat pada jarak lebih dari 15 yard. Seseorang yang menembakkan senjata semacam itu di ruang kelas yang ramai kemungkinan besar akan memukul siswa seperti penyusup bersenjata. Semakin banyak siswa lain bergabung dalam penembakan, semakin besar bahayanya.
Ketiga, bahkan dalam kasus yang jarang terjadi di mana pistol dibawa oleh seseorang yang terlatih untuk menjadi penembak jitu, bahaya bagi orang lain tetap ada. Alasannya: preman menggunakan elemen kejutan untuk keuntungan mereka. Begitulah cara mereka membunuh polisi. Dengan demikian, seorang penyusup di sebuah perguruan tinggi berada dalam posisi untuk menembak atau melucuti siapa pun yang mencoba mengganggu rencana jahatnya. Sekali lagi, ancaman bagi pengamat yang tidak bersalah sangat besar.
Terakhir, senjata api di tangan siswa berbahaya bagi orang lain karena senjata tidak mudah disimpan, diangkut atau ditangani. Anggota angkatan bersenjata, meskipun terlatih dalam penggunaan senjata api, seringkali menjadi korban dari apa yang secara halus disebut pelepasan yang tidak disengaja. Hal yang sama akan terjadi pada mahasiswa yang menyimpan senjata di kamar asrama atau yang membawa senjata ke pesta persaudaraan, ke acara atletik dan kegiatan kemahasiswaan lainnya. Dalam filmnya, Arnold Schwarzenegger mengacungkan berbagai senjata dengan mudah, tetapi dalam kehidupan nyata hal-hal tidak selalu berjalan seperti itu. Bahkan Wakil Presiden Dick Cheney berhasil menembak orang lain saat berburu di luar ruangan.
Singkatnya, senjata api, terutama pistol, pada dasarnya berbahaya. Mereka tidak memiliki tempat di kampus kecuali di tangan polisi kampus.
Nah, adakah yang bisa dilakukan untuk meningkatkan keamanan di kampus-kampus kita? Tentu. Untuk memulainya, jumlah petugas polisi kampus harus ditingkatkan, bahkan mungkin dua kali lipat. Selanjutnya, tingkat pelatihan mereka harus ditingkatkan. Setiap petugas polisi kampus harus diminta untuk berkualifikasi setiap tahun dengan pistol dan senapan. Terakhir, setiap perguruan tinggi harus memiliki rencana peringatan yang memungkinkan administrator mengirimkan pesan teks kepada semua siswa dengan segera jika ada bahaya apa pun di kampus.